Presiden RI Joko Widodo menekankan pentingnya hilirisasi industri dan kehati-hatian dalam mengelola ekonomi nasional di tengah tantangan global. Presiden Jokowi menyatakan bahwa meskipun tantangan global berat dan lanskap politik serta ekonomi dunia berubah secara dinamis, Indonesia memiliki peluang besar untuk melompat menjadi negara maju, sebagaimana dianalisis oleh lembaga-lembaga internasional seperti OECD, World Bank, dan IMF.
Namun, Presiden juga menekankan bahwa terdapat tantangan besar yang harus dihadapi yang justru bisa memunculkan peluang. “Tidak ujug-ujug bisa langsung melompat, tapi tantangannya juga sangat besar. Oleh sebab itu, saya berikan contoh seperti tadi disampaikan adinda Abdul Musawir Yahya, hilirisasi,” ujar Presiden.
Lebih lanjut, Presiden Jokowi memberikan contoh upaya hilirisasi yang telah dilakukan, seperti pembangunan industri smelter oleh PT Freeport dan industri nikel, yang telah meningkatkan nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. “Saya berikan contoh lagi yang kedua, nikel. Dibangun industri smelter. Saat kita mengekspor mentah–bertahun-tahun ekspor mentahan nickel ore–nilainya setiap tahun ekspor kita itu kurang lebih Rp30-an triliun. Begitu smelter dibangun, ekspor kita mencapai Rp510 triliun,” ucapnya.
Presiden juga menggarisbawahi bahwa hilirisasi bukan hanya terbatas pada mineral, tetapi juga perlu diterapkan pada sektor lainnya. “Hilirisasi itu tidak hanya urusan tembaga, nikel, atau bauksit, timah, tetapi hilirisasi itu juga akan kita dorong di perkebunan, pertanian, perikanan, kelautan, semuanya harus kita hilirisasikan dengan nilai tambah di dalam negeri, kesempatan kerja di dalam negeri,” jelasnya.
Selain itu, Presiden juga menyampaikan bahwa Indonesia telah menghadapi tantangan internasional, seperti gugatan di WTO mengenai kebijakan ekspor nikel, serta mengingatkan tentang resesi global yang mempengaruhi sejumlah negara besar. Oleh karena itu, Presiden menekankan pentingnya berhati-hati dalam mengelola ekonomi dan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menjaga kestabilan negara. “Kita harus hati-hati dalan mengelola apapun. Mengelola ekonomi kita, mengelola APBN kita. Kita harapkan ke depan pemerintahan baru juga melakukan hal yang sama, hati-hati dalam mengelola negara sebesar Indonesia,” tuturnya.
“Karena Indonesia bukan sebuah negara kecil, tetapi negara yang sangat besar, negara yang sangat luas, dan penduduknya sudah hampir 280 juta sehingga setiap tindakan apapun kita harus berhati-hati terutama dalam mengelola ekonomi, politik. Harus penuh dengan kehati-hatian agar tidak keliru dalam mengelola negara,” tandasnya.